Sofware Pemasang Iklan Gratis

Mesin Pengumpul Uang

Flag Visitor

free counters

Jumat, 08 Oktober 2010

Jangan Memalak Negara

Oleh : Taufik Mubarak*

‘ Janganlah selalu berfikir apa yang akan diberikan negara untukmu tetapi selalu berfikirlah apa yang akan engkau berikan kepada negara”

Sebuah ungkapan filosofis yang masih tersisa dari mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di bangku SMA. Ungkapan ini tiba-tiba kembali terekam di alam sadarku ketika dana aspirasi senilai 15 miliar per anggota DPR diwacanakan oleh sebagian kalangan anggota dewan yang terhormat. Wacana ini pertama kali diusulkan oleh Fraksi Partai Golkar dalam rapat paripurna DPR pada tanggal 25 mei 2009. Apabila usulan ini disetujui, negara harus menyiapkan anggaran sebesar Rp. 8,4 triliun per tahun untuk 560 anggota dewan. Menurut Harry Azhar Aziz, anggaran ini bertujuan untuk mengoptimalkan peran anggota DPR terhadap daerah pemilihannya
Suara kontra mulai bermunculan dari berbagai kalangan. ICW (Indonesia Coruption Watch) menilai dana aspirasi Rp 15 miliar yang diajukan anggota DPR merupakan pembajakan APBN. Mereka meminta Presiden SBY segera mengambil sikap politik atas usulan itu. Pemerintah yang diwakili oleh menteri keuangan Agus Martowardoyo sepertinya berada satu kubu dengan ICW. Menurut menteri keuangan pengucuran anggaran itu berisiko memunculkan dampak kontraproduktif karena alokasi dana per daerah pemilihan tersebut tidak akan membantu upaya pemerintah terkait dengan kebijakan menyeimbangkan pendapatan negara dari unsur pajak di tiap daerah. Ketika usulan ini disepakati maka daerah yang memiliki jumlah penduduk padat tentu akan mendapatkan anggaran lebih besar. Sebab, keterwakilan para anggota DPR itu adalah berdasar jumlah penduduk di suatu daerah. Dapil Jawa dan Bali hampir dipastikan akan mendapatkan anggaran lebih besar daripada dapil luar Jawa dan Bali. Begitu pula, dapil-dapil di wilayah bagian barat Indonesia yang penduduknya lebih padat tentu akan mendapatkan alokasi lebih tinggi daripada dapil-dapil di wilayah bagian timur.
Ditinjau dari segi regulasi, usulan ini berpotensi melanggar UU No. 17 tahun 2005 tentang keuangan negara, khusunya pasal 3 yang menyatakan menyatakan bahwa keuangan negara dikelola secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Berdasarkan regulasi ini maka pelanggaran terhadap efisiensi pengelolaan negara berpotensi terjaji. Penganggaran yang membutuhkan dana 8,4 trilin per tahun dapat dikatakan kurang efisien mengingat anggaran negara yang masih sangat terbatas dibanding dengan beberapa negara lain.
Usulan dari sebagian kalangan anggota dewan tersebut dapat dikatakan sebuah terobosan baru yang dapat bernilai positif. Hal ini karena anggaran ini setidaknya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsitituen yang tidak ter-cover oleh anggaran dari pemerintah (eksekutif). Akan tetapi melihat kondisi keuangan negara saat ini maka sepertinya usulan ini belum saatnya direalisasikan. Anggaran yang dimiliki negara saat ini akan kewalahan untuk memenuhi usulan tersebut. Masih banyak sektor yang membutuhkan anggaran yang tak sedikit. Khusus untuk sektor pendidikan, anggaran yang dibutuhkan sebesar 20 persen dari total APBN. Selain itu utang luar negeri yang terus menumpuk juga membutuhkan anggaran tak sedikit untuk pembayarannya.

Untuk itu pemaksaan agar usulan ini diterima oleh anggota dewan yang lain baiknya diurungkan. Karena ketika hal ini terus dipaksakan untuk diterima maka apa bedanya dengan tukang palak di jalan-jalan yang selau memeras korbannya. Mungkin bedanya hanyalah pada pada korban. Jika pemalak di pinggir jalan korbannya adalah para individu maka pemalak berdasi di gedung dewan korbannya adalah negara. Jadi jangan memalak negara. Barangkali kalimat pembuka dari tulisan ini dapat menjadi bahan perenungan. Bukankah negara ini telah terlalu banyak berkorban untuk kita. Sudah saatnya berkorban untuknya.
Hal yang paling rasional dilakukan oleh anggota dewan untuk saat ini adalah bagaimana perfikir agar program-program pemerintah saat ini dapat berjalan lancar dan memenuhi target. Untuk menjamin kelancaran dari program pemerintah maka peningkatan pendapatan negara harus menjadi salah satu prioritas utama. Peran anggota dewan dalam hal ini adalah menemukan jalan agar pendapatan negara meningkat sekaligus berfikir bagaimana cara agar utang luar negeri dikurangi atau dilunasi. Ketika keuangan negara memungkinkan untuk memenuhi keinginan sebagian anggota dewan tersebut, maka barulah direalisasikan.
Pembenahan internal anggota dewan juga mutlak dilakukan agar program ini berhasil ketika direalisasikan nantinya. Hal yang paling urgen dan mendesak yang perlu dilakukan di internal anggota dewan adalah perlunya reformasi moral. Hal ini karena hingga saat ini masih saja ada oknum anggota dewan yang belum terbebas dari praktek KKN dan berbagai bentuk penyimpangan lainnya. Reformasi moral ini jangan hanya sampai pada selembar kertas yang diberi nama undang-undang dan sebagainya, tetapi lebih dari pada itu implementasi nyata dalam bentuk praksis jauh lebih penting.

0 komentar: